Locus dan tempus delicti

Locus dan tempus delicti

(tempat dan waktu terjadinya tindak pidana)

Locus delicti

Manfaat diketahuinya locus delicti adalah

untuk mengetahui berwewenang atau tidaknya suatu pengadilan mengadili suatu perkara(kompetensi relative)

untuk mengetahui dapat tidaknya suatu hokum pidana diberlakukan terhadap suatu perkara.

sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan

ajaran locus delicti

ada empat ajaran untuk menentukan tempat terjadinya peristiwa pidana atau locus delicti atau tempat kejadian perkara (tkp)

de leer van de lichamelijke daad

ajaran yang didasarkan kepada perbuatan secara fisik. Itulah sebabnya ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana/locus delicti, adalah tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan.

de leer van het instrument

ajaran yang didsarkan kepada berfungsinya suatu alat yang digunakan dalam perbuatan pidana. Jadi ajaran ini menegaskan bahwa yang dianggap sebagai temapt terjadinya tindak pidana adalah temapt dimana alat yang digunakan dalam melakukaan tindak pidana bereaksi.

de leer van het gevolg

ajaran ini didasarkan kepada akibat dari suatu tindak pidana. Menurut ajaran ini bahwa yang dianggap sebagai locus delicti adalah tempat dimana akibat daripada tindak pidana tersebut timbul.

de leer van de meervoudige pleets

menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya tindak pidana yaitu tempat2 dimana perbuatan tersebut secara fisik terjadi tempat dimana alat yang digunakan bereaksi, dan tempat dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul.

Contoh kasus

Kasus 1

Terjadi perkelahian antara A dan B di terminal rawamangun. B terkapar karena luka2 ditikam A. oleh keluarganya, B dilarikan ke rumah sakit persahabatan. Karena terlalu parah akhirnya pihak rumah sakit mengirim B ke rumah sakit cipto. Kurang lebih 2 jam dirawat B meninggal. Karena luka yang dideritanya.

Pertanyaan yang timbul atas kejadian ini, pengadilan mana yang berwewenang mengadilinya?

Jawab

Menurut ajaran de leer vn delichamelijke daad, bahwa secara fisik perbuatan atau tindak pidana ( perkelahian antara A dan B ) terjadi dan berlangsung di terminal rawamangun. Oleh karena itu yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta timur.( karena rawamangun berada di wilayah Jakarta timur).

menurut ajaran de leer van het instrument, bahwa alat yang digunakan A (benda tajam) dalam perkelahianya dengan B bereaksi/berfungsi/ bekerja di tempat perkelahian (tempat bus rawamangun) dengan demikian maka yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta timur

menurut ajaran de leer van het gevolg, bahwa akibat dari perkelahian tersebut adalah tewasnya B di rscm. Dengan demikian pengadilan yang berwewenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri Jakarta pusat. Karena timbulnya akibat matinya B terjadi di rscm yang letaknya di wilayah Jakarta pusat.

sedangkan menurut ajaran de leer van de meervoudige plaats, bahwa karena secara fisik tindak pidana tersebut terjadi di terminal rawamangun demikian pula alat yang digunakan dalam perkelahian tersebut bekerja / berfungsi di tempat perkelahian (terminal bus rawamangun) maka atas dasar itu pengailan negeri Jakarta timur yang berwewenang mengadilinya. Atau dapat juga kasus ini diadili di pengadilan Jakarta pusat, karena akibat yang timbul yakni matinya B terjadi di rscm Jakarta pusat.

Kasus 2

T berniat membunuh S warga Negara jepang. Untuk melaksanakan niatnya,secara diam diam T menaroh bom di kapal terbang yang akan ditumpang S dari bandara sukarno hatta menuju bandara narita jepang.. persis pesawat tersebut berada di wilayah udara singpura bom yang dipasang T meledak. Hanya sebagian kecil penumpang pesawat termasuk S yang masih hidup.meskipun dalam kondisi kritis. Oleh keluarganya S dibawa ke Tokyo jepang. Akan tetapi baru saja mobil ambulance yang membawa S dari bandara narita tiba di pintu gerbang rumah sakit di Tokyo S menghembuskan nafas terakhirnya.

Pertanyaanya, hukum pidana manakah yang dapat diberlakukandan pengadilan mana yang berwewenang mengadili perkara ini?

Jawab

menurut ajaran deleer van delichamelijke daad bahwa perbuatan secara fisik yakni menaroh bom dilakukan oleh T di pesawat yang sedang parker di bandara sukarno hatta. Dimana pesawat tersebutlah yang akan digunakan S ke jepang. Dengan demikian, maka hukum pidana yang diberlakukan untuk mengadili perkara ini adalah hukum pidana Indonesia. Demikian pula pengadilan yang berwewenang mengadili perkara ini. Adalah pengadilan negeri tanggerang. Hal tersebut karena bandara sukarno hatta berada di wilayah tanggerang.

menurut ajaran de leer van het instrument, bahwa alat yang digunakan T untuk memmembunuh S adalah bom , dan bom tersebut meledak/ bereaksi/bekerja ketika pesawat sedang berada di wilayah udara singapura . itu berarti hukum pidana singapura dapat di berlakukan untuk mengadili kasus ini. Dan sudah tentu pengadilan singapura juga berwewenang menyidangkan perkara ini.

 menurut ajaran de leer van het gevolg bahwa akibat dari perbuatan T terhadap S adalah meninggalnya di Tokyo sehingga demikian hukum pidana jepang dapat dipakai untuk mengadili perkara ini dan sekaligus pengadian di Tokyo dapat menyidangkan kasus ini.

sedangkan menurut ajaran de leer van de meer voudige plaats, bahwa hukum pidana dan pengadilan :

Indonesia atas dasar perbuatan T secara fisik dilakukan di bandara sukarno hatta atau

Jepang atas dasar akibat yang terjadi yaitu matinya S di jepang atau

Singapura atas dasar bom bereaksi meledak di wilayah udara ingapura.

Ajaran tempus delicti

Manfaat diketahuinya tempus delicti

usia pelaku (pasal 47KUHP) dan usia korban untuk delik susila(pasal 287 ayat 2 dan pasal 290 dan 291)

keadaan jiwa pelaku ( pasal 44 KUHP)

daluarsa dalam penuntutan dan menjalani pidana ( pasal 78-85 KUHP)

asas legalitas pasal 1 ayat  1 KUHP)

perubahan suatu undang-undang pidanapasal 1 ayat 2 KUHP)

sebagai syarat mutl;aksahnya surat dakwaan.

Contoh kasus

Seperti biasanya setiap kali merayakan ultahnya A mengundang seluruh sanak familinya ke Jakarta, termasuk B ( pamanya) yang tinggal di Surabaya. Perayaan ultah A yang ke 18 bini diselenggarakan tanggal 5 januari sesuai tanggal kelahiranya. Tanggal 3 januari B beserta anak istrinya tiba di Jakarta dari Surabaya. Namun di luar dugaan pada malam tanggal 4 januari terjadi pertengkaran sengit antara A dan B yang berpangkal pada pembagian ahli waris, sehingga kepala B berdarah terkena lemparan asbak rokok yang dilakukan oleh A. oleh karena keadaan sudah runyam maka malam itu juga B dengan kepala yang masih berdarah membawa anak istriya langsung pulang ke Surabaya. Sementara pesta ultah di malam itu tetap dilanjutkan. Esok harinya tanggal 5 januari, kereta api yang ditumpang B tiba di Surabaya. Dan langsung berobat ke rumah sakit. Dan oleh dokter yang memeriksanya memerintahkan untuk di rawat. 3 hari terbaring di rumah sakit yakni tanggal 9 januari, B menghenbuskan nafas terakhirnya.laporan medis yang sikeluarkan oleh dokter yang merawatnya menunjukkan, bahawa B meninggal karena terjadi keretakan di tengkorak bagian kiri depan akibat benturan benda keras.

Pertanyaanya : dapatkah A di hokum atas perbuatanya terhadap B?

Jawaban

menurut ajaran de leer van delichamelijke daad, bahwa perbuatan / pertengkaran secara fisik yakni pelemparan asbak rokok ke kepala B hingga luka dan berdarah dan menyebabkan B mati, dilakukan (terjadi) di tangal 4 januari. Dimana tanggal tersebut, A masih berusia 17 tahun( dibawah 18 tahun) vide UU no.3/1997. oleh karena itu berdasarkan ajaran ini hakim dapat memutuskan  1 diantara 3 kemungkinan yaitu:

mengembalikan A kepada orang tuanya untuk dididik dan dibina atau

diserahkan kepada pemerintah (tanpa dipidana) dan memasukkan ke rumah pendidikan negara guna dididik hingga perilakunya berubah dan sanpai usia 18 tahun

menjatuhkan pidana orang dewasa tetapi dikurang 1/3.

menurut ajaran de leer van het instrument bhawa bekerjanya/ bereaksinya asbak rokok sebagai alat yang melukai kepala B da;am pertengkaranya dengan A , terjadi tanggal 4 januari dimana tanggal tersebut A masih berusia 17b tahun(=dibawah 18 tahun) . dengan demikian terhadap A majelis hakim dapa menjatuhkan salah satu diantara 3 kemungkinan seperti pada ajaran no.1 diatas

menurut ajaran de leer van het gevolg, bahwa akibat dari pertengkaran tersebut B meninggal tanggal 9 januari. Dimana pada tanggal ersebut A sudah berusia 18 tahun dengan demikian A sudah dapat dijatuhi hukuman orang dewasa

menurut ajaran de leer van de meer voudige tijds, bahwa semua waktu yang berkaitan dengan peristiwa matinya B yaitu

tanggal 4 januari, pertengkaran/pelemparan asbak ke kepala B

tanggal 4 januari bekerjanya asbak( melukai) sebagai alat yang digunakan

tanggal 9 januari matinya B sebagai akibat perbuatan A di tanggal 4 januari.

Semua ini merupakan waktu-waktu terjadinya peristiwa pidana terhadap diri B oleh karena itu ada 2 kemungkinan keputusan hakim yakni:

membebaskan A karena dianggap belum berumur 18 tahun

meghukum A dengan sanksi hokum yang sebenarnya(sanksi orang dewasa)

Comments

Popular posts from this blog

Pasal 184 (1) KUHAP